BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ikatan Logam
A. Sifat-sifat logam
Berdasarkan hasil eksperimen bahwa sebagian
besar unsur-unsur adalah logam. Logam memiliki sifat-sifat umum yang utama
diantaranya sebagai berikut.
1. Memiliki kilap yang khusus
2.
Memiliki titik leleh dan titik didih yang tinggi
3.
Memiliki sifat dapat ditempa, dibengkokkan dan dapat
dialiasi dengan logam lain dan tersusun dalam kristal logam.
4.
Memiliki struktur kristal berbentuk kubus berpusat
ruang, kubus berpusat badan, dan heksagonal tersusun rapat.
a) kubus
berpusat ruang
· Gambar (a) menunjukkan model bola
pejal sel satuan kubus berpusat ruang
b) Kubus berpusat badan
(body-centered cubic).
Struktur kristal kubus
berpusat badan (BCC): (a) gambaran model bola pejal sel satuan BCC, (b) Sel
satuan BCC digambarkan dengan bola padat kecil, (c) Sel satuan BCC yang
berulang dalam padatan kristalin
c) Heksagonal tumpukan padat
(hexagonal close-packed)
Hexagonal close packed (hcp)
Gambar Struktur kristal
heksagonal tumpukan padat (HCP): (a) sel satuan HCP digambarkan dengan bola
padat kecil, (b) sel satuan HCP yang berulang dalam padatan kristalin.
B. Teori
Ikatan Logam
Berikut ini adalah beberapa teori yang
menjelaskan mengenai ikatan logam.
1. Teori
awan elektron
Teori ini dikemukakan oleh Drude
dan Lorentz pada awal abad ke-20. Menurut teori ini, di dalam kristal logam
terdiri dari ion-ion logam bermuatan positif (kation) yang tersusun rapat dalam
awan elektron. Awan elektron ini merupakan elektron valensi yang dilepaskan
oleh setiap atom. Elektron valensi ini tidak terikat pada salah satu ion logam
atau pasangan ion logam, tetapi terdelokalisasi terhadap semua ion logam. Hal
ini disebabkan oleh tumpang tindih orbital valensi dari atom-atom logam.
Akibatnya elektron-elektron yang ada pada orbitalnya dapat berpindah ke orbital
valensi atom tetangganya. Karena hal inilah elektron-elektron valensi akan
terdelokaslisasi pada semua atom yang terdapat pada logam membentuk awan atau
lautan elektron, maka elektron valensi tersebut bebas bergerak keseluruh bagian
dari kristal logam.
Elektron-elektron bebas inilah
yang menyebabkan adanya ikatan dalam kristal logam. Berdasarkan teori awan elektron atau lautan elektron pada
ikatan logam itu didefinisikan sebagai gaya tarik antara muatan positif dari
ion-ion logam (kation logam) dengan muatan negatif yang terbentuk dari
elektron-elektron valensi dari atom-atom logam. Jadi logam yang memiliki
elektron valensi lebih banyak akan menghasilkan kation dengan muatan positif
yang lebih besar dan awan elektron dengan jumlah elektron yang lebih banyak
atau lebih rapat. Hal ini menyebabkan logam memiliki ikatan yang lebih kuat dibanding
logam yang tersusun dari atom-atom logam dengan jumlah elektron valensi lebih
sedikit.
Teori lautan atau awan elektron
ini dapat menjelaskan berbagai sifat fisika dari logam, seperti sifat
mengkilap, dapat menghantarkan listrik dan panas, dapat ditempa, dibengkokkan,
dan ditarik.
1. Sifat
Mengkilap
Di dalam ikatan logam, terdapat
elektron-elektron bebas. Sewaktu cahaya jatuh pada permukaan logam, maka
elektron-elektron bebas akan menyerap energi cahaya tersebut. Elektron-elektron
akan melepas kembali energi tersebut dalam bentuk radiasi elektromagnetik
dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi cahaya awal. Oleh karena
frekuensinya sama, maka kita melihatnya sebagai pantulan cahaya yang datang.
Pantulan cahaya tersebut memberikan permukaan logam tampak mengkilap.
Bila Cahaya tampak jatuh pada
permukaan logam, sebagian elektron valensi yang mudah bergerak tersebut akan
tereksitasi. Ketika elektron yang tereksitasi tersebut kembali kepada keadaan
dasarnya, maka energi cahaya dengan panjang gelombang tertentu akan dipancarkan
kembali. Peristiwa ini dapat menimbulkan sifat kilap yang khas pada logam.
2. Daya
hantar listrik
Daya hantar listrik pada logam
disebaban karena adanya elektron valensi yang mudah bergerak. Elektron-elektron
valensi tersebut bebas bergerak dalam medan listrik yang ditimbulkan oleh
sumber arus, sehingga listrik dapat mengalir melalui logam.
3. Daya
hantar panas
Elektron-elektron yang bergerak
bebas di dalam kristal logam memiliki energi kinetik. Jika dipanaskan,
elektron-elektron akan memperoleh energi kinetik yang cukup untuk dapat
bergerak/bervibrasi dengan cepat. Dalam pergerakannya, elektron-elektron
tersebut akan bertumbukkan dengan elektron-elektron lainnya. Hal ini
menyebabkan terjadinya transfer energi dari bagian bersuhu tinggi ke bagian
bersuhu rendah.
4. Logam
dapat ditempa, dapat dibengkokkan, direntangkan dan tidak rapuh
Hal ini disebabkan atom-atom
logam tersusun secara teratur dan rapat sehingga ketika diberi tekanan
atom-atom tersebut dapat tergelincir di atas lapisan atom yang lain seperti
yang ditunjukan pada Gambar.
Gambar perpindahan atom pada
suatu logam ketika diberi tekanan atau ditempa
Gambar di atas menjelaskan
mengapa logam dapat ditempa, direntangkan ataupun dibengkokkan, karena pada
logam tersebut semua atom sejenis sehingga atom-atom yang bergeser saat diberi
tekanan seolah-olah tetap pada kedudukan yang sama. Dengan kata lain apabila
sebuah ikatan logam putus maka akan segera terbentuk ikatan logam baru.
5. Titik
didih dan titik leleh tinggi
Pada logam, ikatan logam tidak
sepenuhnya putus sampai logam mendidih. Hal ini menunjukkan bahwa ikatan logam
memiliki titik didih yang tinggi karena atom-atom logam terikat oleh ikatan
logam yang kuat. Untuk mengatasi ikatan tersebut, diperlukan energi dalam
jumlah yang besar.
2. Ikatan
logam berdasarkan teori resonansi
Pada tahun 1965 Pauling
mengemukakan ikatan logam dengan menetapkan konsep resonansi. Menurut teori ini
ikatan logam merupakan ikatan kovalen dan sesuai dengan struktur kristal logam
yang dapat diamati pada eksperimen, maka dapat diperkirakan terjadi resonansi.
Dalam mengembangkan teorinya Pauling meninjau kristal logam Li. Dari tafsiran
analisis terhadap pola difraksi sinar-X oleh kristal logam Li dapat diketahui
bahwa setiap atom Li dikelilingi oleh 8 atom Li yang lain. Karena elekton
valensi Li adalah 1, maka tidak
mungkin 1 atom Li mengikat 8 atom Li lainnya.
Bila atom Li menggunakan elektron valensinya, maka
resonansi pasangan ikatan Li-Li terjadi secara serempak didalam kisi
kristalnya. Dinyatakan dalam 2 dimensi, resonansi yang memungkinkan adalah:
Untuk memperoleh kestabilan yang lebih besar dikemukakan
bentuk resonansi yang digambarkan dalam 2 dimensi sebagai berikut :
Pada struktur III, IV, V, VI terdapat sebuah atom Li yang
bermuatan negatif membentuk ikatan kovalen dengan 2 atom Li yang lain.
Terjadinya ikatan kovalen dapat dijelaskan sebagai berikut:
Empat atom Li yaitu Lia Lib Lic
Lid masing-masing mempunyai struktur elektron 1s2 2s1
2 2 2 . Bila atom Lid memberikan elektron valensinya
pada atom Libmaka Lid menjadi ion (1s2)dan
atom Lib menjadi Lib- (1s2 2s1
2 2 2 ). Orbital 2s1 dan 2 pada ion Lib
membentuk orbital hibrida sp yang masing-masing dapat membentuk ikatan kovalen
dengan atom Lia dan Lic. Orbital 2 dan 2 pada
ion Lib- yang disebut orbital logam dapat
menerima aliran elektron dan memberi sumbangan pada daya hantar listrik.
3. Teori
Pita
Teori ini dikembangkan pada tahun
1970 mempergunakan teori orbital molekul. Ikatan logam mudah dipahami dengan
memberi teori orbital molekul ini. Misalnya pada logam Li memiliki susunan
elektron 1s2 2s1. Elektron 1s2 terdapat
dalam orbital yang terarah (localized) sedangkan elektron dalam 2s1
terdapat pada orbital tidak terarah (delocalized). Elektron 2s inilah yang akan
membentuk ikatan.
Bila dua atom Li mendekat,
orbital atom 2s akan bergabung dengan orbital atom 2s dari atom lain membentuk
dua orbital molekul, yaitu orbital molekul bonding dan anti bonding. Bila atom
ketiga mendekat, terbentuk tiga orbital molekul, dan seterusnya. Jadi jumlah
molekul sama dengan jumlah atonya. Bila N atom litium bersatu, terbentuk N
orbital molekul dengan energi berbeda-berda yang membentuk pita energi, dengan
distribusi energi yang kontinyu.
Gambar Pembentukan Pita energi
Dalam Litium, Elektron-elektron
yang berasal dari orbital 2s kedua atom Li, akan menempati orbital molekul
bonding, sedangkan pada orbital molekul antibonding tidak terdapat elektron.
Pada pembentukan molekul Li3, terdapat 1 orbital molekul bonding
yang berisi 2 elektron, 1 orbital molekul nonbonding dimana terdapat sebuah
elektron dan 1 orbital molekul antibonding yang masih kosong. Pada pembentukan
molekul Li4, terdapat 2 orbital molekul bonding yang masing-masing
berisi 2 elektron dan 2 orbital molekun antibonding yang masih kosong. Proses
ini dapat diperluas ke atom yang ke N, meliputi seluruh atom dalam kristal Li.
Hal ini mengakibatkan dihasilkan orbital molekul sejumlah N, yang mempunyai
perbedaan energi. Sebagai akibatnya adalah bahwa N atom Li yang terdapat dalam
kisi kristalnya akan memberntuk N/2 orbital molekul bonding dan N/2 orbital
molekul antibonding. N/2 orbital molekul bonding yang terjadi mempunyai tingkat
energi yang hampir sama dan menempati ruang yang sangat berdekatan sehingga
menjadi kontinyu.
Baik kelompok orbital molekul
antibonding, maupun kelompok orbital bonding yang kontinyu tersebut akan berupa
pita. Pita terbentuk bila orbital-orbital 2s pada atom-atom Li membentuk
orbital molekul dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.
Gambar pita valensi
dan pita konduktor logam Li
Bagian dari pita 2s di mana
terdapat elektron valensi disebut pita valensi dan tingkat energi tertinggi
pada pita valensi disebut energi fermi EF. Dibagian atas tingkat
fermi terdapat tingkat-tingkat energi yang masih kosong yang disebut pita
konduksi, karena elektron dapat mengalir melalui pita orbital molekul tersebut.
Kesenjangan antara pita valensi
dan pita konduksi yang disebut kesenjangan energi merupakan ukuran kemudahan
suatu logam untuk menghantarkan listrik. Bila logam dihubungkan dengan sumber
arus atau medan magnit, elektron yang berada disekitar tingkat fermi memperoleh
tambahan energi yang menyebabkan tingkat energinya naik, sehingga dapat pindah
kedalam pita konduksi yang masih kosong dan arus elektron listrik mengalir
melalui pita konduksi tersebut.
Dikenal logam-logam yang tidak
begitu baik menghantarkan listrik (semikonduktor) disamping logam-logam yang
menghantarkan arus listrik dengan baik (konduktor). Hal ini bergantung pada
susunan atom logam dalam kristalnya dan suhu. Sifat-sifat tersebut dapat
dijelaskan dengan teori pita.
Gambar
kesenjangan pita valensi dengan pita konduksi pada konduktor, semikonduktor dan
isolator.
Dari gambar diatas dapat
diketahui bahwa pada konduktor tidak terdapat kesenjangan antara pita konduksi
dengan pita konduksi, sehingga karena pertambahan energi yang cukup kecil
elektron-elektron valensi dapat berpindah ke pita konduksi dan arus mengalir
melalui konduktor.
Pada logam semikonduktor terdapat
kesenjangan antara pita valensi dan pita konduksi sedemikian rupa. Sehingga
hanya elektron-elektron yang mempunyai energi memadai saja yang dapat berpindah
ke pita konduksi.
Pada isolator, terdapat
kesenjangan antara pita valensi dan pita konduksi yang besar, sehingga energi
yang ditimbulkan medan listrik tidak dapat menghasilkan ekektron yang tidak
mempunyai energi yang memadai untuk dapat berpindah ke pita konduksi, karena
itu isolator tidak dapat menghantarkan arus listrik.
C.
Pembentukan Ikatan Logam
Logam memiliki sedikit elektron
valensi dan memiliki elektronegativitas yang rendah. Semua jenis logam
cenderung melepaskan elektron terluarnya sehingga membentuk ion-ion positif
/kation logam. Kulit terluar unsur logam relatif longgar (terdapat banyak
tempat kosong) sehingga elektron terdelokalisasi, yaitu suatu keadaan dimana
elektron valensi tidak tetap posisinya pada suatu atom, tetapi senantiasa
berpindah pindah dari satu atom ke atom lainnya.
Elektron valensi logam bergerak
dengan sangat cepat mengitari intinya dan berbaur dengan elektron valensi yang
lain dalam ikatan logam tersebut sehingga menyerupai “awan” atau “lautan” yang
membungkus ion-ion positif di dalamnya. Elektron bebas dalam orbit ini
bertindak sebagai perekat atau lem. Kation logam yang berdekatan satu sama lain
saling tarik menarik dengan adanya elektron bebas sebagai ”lemnya”. Dapat
digambarkan seperti gambar di bawah ini.
Contoh-contoh
Ikatan logam adalah:
1. Ikatan
Logam Natrium
Natrium memiliki konfigurasi
elektron 1s2 2s2 2p6 3s1. Tiap atom
Natrium tersentuh oleh delapan atom natrium yang lainnya dan terjadi pembagian
(sharing) antara atom tengah dan orbital 3s di semua delapan atom yang lain.
Dan tiap atom yang delapan ini disentuh oleh delapan atom natrium lainya secara
terus menerus hingga diperoleh seluruh atom dalam bongkahan natrium. Semua
orbital 3s dalam semua atom saling tumpang tindih untuk memberikan orbital
molekul dalam jumlah yang sangat banyak yang memeperluas keseluruhan tiap
bagian logam.
Elektron
dapat bergerak dengan leluasa diantara orbital-orbital molekul tersebut, dan
karena itu tiap elektron menjadi terlepas dari atom induknya. Logam
terikat bersamaan melalui kekuatan daya tarik yang kuat antara inti positif
dengan elektron yang terdelokalisasi.
Gambar inti
positif Na yang terikat pada elektron yang terdelokalisasi
2. Ikatan
Logam Magnesium
Ikatan logam
magnesium lebih kuat dan titik leleh juga lebih tinggi dibanding dengan ikatan
logam pada natrium. Magnesium memiliki struktur elektronik terluar 3s2.
Diantara elektro-elektronnya terjadi delokalisasi, karena itu “lautan” yang ada
memiliki kerapatan dua kali lipat daripada yang terdapat pada natrium. Sisa
“ion” juga memiliki muatan dua kali lipat dan tentunya akan terjadi dayatarik
yang lebih banyak antara “ion” dan “lautan”. Atom-atom magnesium memiliki
jari-jari yang sedikit lebih kecil dibandingkan atom-atom natrium dan karena
itu elektron yang terdelokalisasi lebih dekat ke inti.
D. Klasifikasi
Ikatan Logam
Klasifikasi ikatan logam menurut
golongannya adalah:
1.
Ikatan Logam pada Unsur Transisi.
Logam transisi cenderung memiliki titik
leleh dan titik didih yang tinggi. Alasannya adalah logam transisi dapat
melibatkan elektron 3d yang ada dalam kondisi delokalisasi seperti elektron
pada 4s. Lebih banyak elektron yang dapat terlibat, kecenderungan daya tarik
akan semakin lebih kuat. Contoh ikatan logam pada unsur transisi transisi
adalah Ag, Fe, Cu dan lain-lain.
2. Ikatan logam pada unsur
golongan utama
Ikatan logam pada unsur
golongan utama relatif lebih lemah dibandingkan dengan dengan unsur golongan
transisi. Contohnya kristal besi lebih kuat dibandingkan dengan kristal logam
magnesium.
Berdasarkan unsur penyusunnya
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Ikatan logam antar unsur
sejenis
Misalnya Ikatan antara unsur
litium dengan unsur litium yang lainnya.
2.
Ikatan logam antar unsur yang berbeda jenis (aloi).
Bahan-bahan logam yang bukan hanya
dibuat dari satu jenis unsur logam tetapi telah dicampur atau ditambah dengan
unsur-unsur lain disebut aloi atau sering disebut lakur atau paduan. Aloi
terbentuk apabila leburan dua atau lebih macam logam dicampur atau leburan suatu logam dicampur dengan unsur-unsur
nonlogam yang campuran tersebut tidak saling bereaksi serta masih menunjukan
sifat sebagai logam setelah didinginkan.
Aloi dibagi menjadi dua macam
yaitu aloi selitan dan aloi substitusi. Disebut aloi selitan bila jari-jari atom unsur yang
dipadukan sama atau lebih kecil dari jari-jari atom logam. Sedangkan aloi
substitusi terbentuk apabila jari-jari unsur yang dipadukan lebih besar dari
jari-jari atom logam.
E.
Faktor yang Mempengaruhi Ikatan Logam
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi ikatan logam adalah sebagai berikut.
1. Titik leleh dan titik didih
Logam-logam cenderung memiliki
titik leleh dan titik didih yang tinggi karena kekuatan ikatan logam. Kekuatan
ikatan berbeda antara logam yang satu dengan logam yang lain. Titik leleh dan
titik didih logam berkaitan langsung dengan kekuatan ikatan logamnya. Titik didih dan
titik leleh logam makin tinggi bila ikatan logam yang dimiliki makin kuat.
Contohnya pada logam alkali semakin kebawah titik didih semakin rendah sehingga
ikatan logamnya akan semakin lemah.
Logam
|
Titik lebur (°C)
|
Titik didih (°C)
|
Li
|
180
|
1330
|
Na
|
97,8
|
892
|
K
|
63,7
|
774
|
Rb
|
38,9
|
688
|
Cs
|
29,7
|
690
|
Titik didih dan titik leleh
berhubungan dengan sifat periodik unsur yaitu sifat jari-jari atomnya. Semakin
besar jari-jari atomnya maka semakin kecil titik didih dan titik lelehnya
sehingga mengakibatkan ikatan lebih lemah.
2. Jari-jari atom
Dalam sistem periodik unsur,
pada satu golongan dari atas kebawah, ukuran kation logam dan jari-jari atom
logam makin besar. Hal ini menyebabkan jarak antara pusat kation-kation
logam dengan awan elektronnya semakin jauh, sehingga gaya tarik elektrostatik
antara kation-kation logam dengan awan elektronnya semakin lemah.
Logam
|
Jari-jari atom logam
(pm)
|
Kation logam
|
Jari-jari kation
logam (pm)
|
Li
|
157
|
Li+
|
106
|
Na
|
191
|
Na+
|
132
|
K
|
235
|
K+
|
165
|
Rb
|
250
|
Rb+
|
175
|
Cs
|
272
|
Cs+
|
188
|
3. Jumlah elektron valensi
(elektron yang terdelokalisasi)
Logam-logam golongan IA
seperti natrium dan
kalium memiliki ikatan logam yang relatif rendah karena tiap atomnya hanya
memiliki satu elektron untuk dikontribusikan pada ikatan. Sedangkan pada logam
golongan IIA seperti magnesium memiliki dua elektron untuk dikontribusikan pada
ikatan sehingga logam golongan II memiliki ikatan yang relatif lebih kuat
dibanding logam golongan IA.
4. Bilangan koordinasi
Logam natrium dikelilingi oleh
delapan logam natrium yang lainnya, sedangkan logam magnesium dikelilingi oleh
dua belas logam magnesium lainnya. Hal ini menyebabkan ikatan logam pada
magnesium lebih besar dibandingkan dengan ikatan logam pada natrium.
2.2 Ikatan Ion
Pada tahun 1808 deavy menemukan bahwa elektrolisis
NaOH cair mnghasilkan unsur Na dan O2. Pada elektrolisis bebebagai
senyawa sekelompok unsur seperti O2 dan CO2 selalu
dihasilkan di anoda. Sedangkan sekelompok unsur lain seperti H2, Na
dan Cu diperoleh dikatoda. Berdasarkan penemuan diatas, pada tahun 1812
Berzelius mengajukan hipotesis dualistik yang menyatakan bahwa dalam senyawanya
atom-atom mempunyai kutub-kutub yang berlawanan tandanya, sebagai akibat
kelebihan muatan listrik negatif atau positif.
Kossel pada tahun 1916 mengemukakan bahwa atom
unsur yang elekteopositif dapat melepaskan 1 atau 2 elektron yang terapat pada
tingkat energi terluarnya dan atom unsur yang elektronegatif dapat menerima 1
atau 2 elektron yang dilepaskan oleh atom unsur yang elektropositif. Oleh
Langmuir senyawa yang terbentuk karena
adanya serah terima elektron pada atom-atom pembentukny disebut senyawa elektro
kovalen atau senyawa ionis dan ikatan pada senyawa tersebut dinamakan ikatan elektropositif
atau ikatan ionis.
Pada suhu kamar senyawa ionis terdapat dalam bentuk
kristal yang disebut kristal ionik. Kristal ion tersebut terdiri dari ion-ion
positif dan ion-ion negatif, dengan susunan pembentuk yang teratur yang
ditentukan oleh muatan dan jari-jari pembentuknya. Ditemukan juga beberapa
ikatan kpovalen yang memperlihatkan beberapa sifat yan dimiliki senyawa ionis
,misalnya senyawa kovalen tersebut mempunyai momen dipol dan larutan senyawa
tersebut menghantarkan arus listrik. Sifat polar dari senyawa kovalen tersebut
ada hubugannya dengan perbedaan kelektronegatifan unsur-unsur pembentuknya.
A. Pembentukan ikatan ion
Untuk menjelaskan terbentuknya
senyawa ionis sebagai contoh digunakan unsur Na dan Cl. Untuk melepaskan
elektron dari kulit terluar (3s1) dari atom Na dibutuhkan sejumlah
energi yang disebut energi ionisasi =+5,1 eV. Sejumlah energi akan dilepaskan
apabila atom Cl menarik elektron ke dalam kulit terlarnya yang diukur dengan
afinitas elektron AE= -3,6 eV. Ion-ion terbentuk saling tarik menarik sehingga
berdekatan. Proses ini eksoterm, dengan perubahan energi sebesar -5,8 eV.
Keseluruhan proses berlangsung dengan mudah dan berenergi, perubahan energi
bersih yang terjadi adalah3,6-5,8= -4,3 eV/atom=-415 kJ/mol.
Pasangan ion (Na+)
(Cl−) yang dilukiskan dalam gambar menggunakan
gaya tarik dalam mempertahakan pasangan elektron yang digunakan oleh ion
pasangannya. Sebagai akibat adanya gaya tarik menarik tersebut, terbentuklah
kelompok dari sejumlah besar ion Na+ dan Cl− yang merupakan kristal padat.
Pembentukan kristal ion merupakan bagian integral dari keseluruhan proses pembentukan
ikatan ion. Suatu bagian dari kristal ion Na Cl dilukiskan pada gambar
tersebut. Energi pembentukan senyawa ion dan struktur kristal ion.
B. Energi
Kisi
Beberapa sifat senyawa ionis
seperti titik leleh dan titik didihnya mempunyai hubungan erat dengan energi
kisi. Untuk memahami terjadinya ikatan ionis dan terbentuknya kristal ionis,
dapat ditinjau pembentukan NaCl dari atom-atomnya menurut reaksi
Na(s) + ½ Cl2(g) → NaCl(s)
Menurut Habeer-Born, reaksi
diatas berlangsung dalam 3 tahap:
Na(g) + Cl → Na+(g) + Cl-(g)
↑ I ↑ II III
Na(s) + ½Cl2(g) → NaCl(s)
Pada tahap I terjadi penguapan
logam Na dan disosiasi molekul Cl2 dimana diserap energi sebesar entalpi dan
setengah dari energi disosiasi ikatan Cl-Cl . Pada tahap II atom Cl dan atom Na
yang membentuk gas mengalami ionisasi dimana diserap energi sebesar energi
ionissai Na dan dilepaskan energi sebesar afinitas elektron Cl. Pada tahap III
terjadi kondensasi ion Na+ dan ion Cl- dalam bentuk gas menjadi kisi kristal
NaCl. Bila pada sistem yang terdiri dari 1 mol Na dalam bentuk gas dan ½ mol Cl2
dalambentuk gas diberikan energi sebesar energi potensial ionisasi atom Na
yaitu496 Kj, maka akan terbentuk ion Na+ menurut reaksi
Na(g) → Na+(g) + e I = 496 kJ/mol
Satu mol e yang terbentuk dapat
merubah atom Cl menjadi ion menurut reaksi
Cl(g) + e → Cl-(g) E = 348 kJ/mol
Dan menepaskan energi sebesar 348
kJ, yaitu sebesar afinitas elektron atom Cl.
Pada tahap ionisasi diatas total
energi adalah:
ΔH = I + E = +496 Kj – 348 Kj = 146
Kj
ΔH yang berharga positif
menunjukkan bahwa tahap pembentukan ion Na+ dan ion Cl-
dari atom-atom tidak memeberikan sumbangan terhadap kestabilan NaCl.
Pada tahun 1928 Born mengemukakan
bahwa ukuran kestabilan ikatan ion dalam kristal ion adalah energi kisi yang
didefinisikan sebagai energi yang dilepaskan apabila kation dan anion yang
berupa gas, dari jarak tidak terhingga samapai pada kedudukan setimbang dalam
kisi kristal yang terdiri dari1 mol unit rumus senyawanya.
Pada umumnya energi kisi dapat
ditentukan secara tidak langsung dengan siklus Born-Haber. Entalpi pembentukan
1 mol NaCl dalam bentuk kristal dapat ditentukan secara eksperimen menurut
reaksi:
Na(s) + ½ Cl2(g) →
NaCl(s) ΔH = 410
kJ/mol
C. Jari-jari Ion
Ukuran jari-jari ion ditentukan
oleh gaya tarik muatan inti yang efektif terhadap elektron pada kulit terluar
ion tersebut. Besar muatan inti efektif adalah selisih muatan initi dan
pengaruh elektron dalam. Pengaruh elektron dalam tersebut dapat ditentukan
berdasarkan data spektra yang diperoleh pada eksperimen. Jari-jari ionpositif
lebih kecil dari jari-jari atomnya karena muatan inti efektifnya berkurang.
Tidak ada komentar: